Jumat, 27 Juni 2014

yudisium

alhamdulillah... hari inilah salah satu hari yang ditunggu-tunggu selama kuliah, hari yudisium... hari dimana kita yang telah beberapa tahun kuliah dinyatakan telah lulus dan memperoleh gelar sesuai prodi yang diambil...
Sarjana Kesehatan Masyarakat,,, ahhh rasanya baru kemaren kami dinyatakan sebagai mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat, rasanya baru kemaren kami masuk P2K, rasanya baru kemaren kami memakai pakaian atasan putih bawahan hitam ini + almamater, dengan hati yang harap2 cemas, takut dengan senior, takut salah bawa barang bawaan, takut telat, takut kena hukuman, ahhh rasanya baru kemaren... dan ternyata hari ini kami memakai pakaian itu lagi, tapi tidak diikuti dengan perasaan takut... rasanya takut itu telah berganti dengan rasa bahagia karena kami telah melewati tahap ini akan segera mengakhirinya...
3 tahun 9 bulan 28 hari.... ahhh rasanya baru sebentar,,, tapi inilah kenyataannya, waktu selalu datang tepat waktu, waktu tak pernah mengingkari janji, waktu tak mau berjalan terlalu cepat ataupun terlalu lambat namun ia pasti akan selalu tepat....
alhamdulillah,,, semoga ilmu-ilmu dan pengalaman yang telah didapatkan ini bermanfaat untuk di dunia dan akhirat kelak... aaamiiinnn Ya Rabb... semoga tak pernah merasa puas sampai disini saja, namun akan tetap menjadi insan yang haus akan ilmu pengetahuan sehingga tak ada istilah jemu untuk menuntut ilmu.... semoga segala salah dan khilaf yang pernah dilakukan dapat termaafkan....

satu episode kehidupan telah berlalu dan kini saatnya memulai episode yang baru ...semoga Allah selalu meridhai langkah ini.... :)

Selasa, 24 Juni 2014

ada yang nganggur nih

sekilas terpikir "ada yang nganggur nih" saat melirik sebuah printer di salah satu sudut kamar...
kangen juga pengen ngeprint-ngeprint, biasanya pas lagi ngerjain skripsi ia banting tulang terus, kerja rodi antara tengah malam sama pagi-pagi,,, hehhehe
mungkin ini saatnya ia istirahat sebentar, tapi jangan sampai kelamaan juga, karna tintanya bisa kering, seperti dulu pernah kejadian, belum sering dipake dan lama didiamin akhirnya kering, untunglah bisa dicairin...

begitulah ya, tidak selamanya kita berada pada situasi dan kondisi seperti itu terus menerus, semua ada masanya, jika kita sabar dan ikhlas menjalaninya maka semua akan terasa indah pada akhirnya...
memang ini bukanlah akhir dari segalanya, ini hanya akhir dari salah satu season kehidupanku yang juga sekaligus sebagai awal menuju season selanjutnya yang tentu saja akan ada tantangan dan berbagai macam hal baru yang mungkin lebih berat lagi. namun aku optimis semua akan bisa dilalui dengan baik, dan hanya kepada Allah saja kita hendaknya berharap....

Kamis, 19 Juni 2014

selamat ulang tahun mama





selamat ulang tahun mama (20 Juni 1972-2014)...
terimalah persembahan kecil dari anakmu yang keras kepala ini
sebuah skripsi ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan pengorbananmu merawat dan mendidik anakmu ini sejak 21 tahun yang lalu...
namun terimalah persembahan kecil ini mama...
perjuangan menyelesaikan skripsi ini bukanlah apa-apa...
tapi dari sini akhirnya anakmu ini tau bahwasanya Allah tak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya.. bahwasanya sesudah kesulitan itu ada kemudahan... bahwasanya hanya kepada Allah saja kita berharap,,,, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Insyirah (94) yang artinya :


Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu ? {1}
Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu {2} Yang memberatkan punggungmu ? {3}
 Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu {4} Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan {5} sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan {6}
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain {7}
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap {8} 


jangan abaikan orang yg sedang ngomong

sabar sabar sabar....
yahhh memang sejatinya kita harus selalu sabar atas kerikil kerikil maupun badai yang menimpa kehidupan kita ...

gmna perasaanmu saat kamu ingin menjelaskan sesuatu pada seseorang tapi orang itu tak menghiraukannya, dia selalu asyik dengan ceritanya, ngomong ini itu apa saja hal lain yang dia mau, tak peduli dengan apa yang ingin kamu sampaikan.... lalu beberapa lama setelah itu, saat dia baru merasa membutuhkan yang sudah pernah kamu jelaskan padanya itu barulah dia memintamu lagi untuk menjelaskannya, bertanya ini itu, menggangu waktumu, saat dia sibuk dia tak mau diganggu, saat dia selow baru menghubungimu tanpa peduli apakah kamu lagi selow juga atau sedang sibuk....

sakittt,, itu sakittt rasanya.... kadang bingung juga menghadapinya...
mungkin suaraku yang kurang tegas, mungkin suaraku yang kurang nyaring, hingga dia tak menghiraukanku saat aku menjelaskannya dulu....

kenapa ada orang speerti ituuu,,,, kenapa ada orang yang sukanya ngomongin apa yang dia mau tanpa mau mendengarkan yng ingin orang lain omongin....

sabar,, sabar,, sabar,,,, ini hanyalah kerikil yang mencoba menguji kesabaranku,, bukan orang yang salah,, tapi aku yang salah jika aku tak bisa sabar menghadapinya...

tulisan ini ditulis sbgai pelajaran untuk diri sendiri agar jgn sampai mengabaikan apa yg ingin atau sedang orang lain katakan,,, .............

Kamis, 12 Juni 2014

kenyataannya trauma itu masih ada

ingin rasanya tak mengakui hal itu
ingin rasanya tak mau merasakan itu
tapi kenyataannya hal itu masih selalu membayangi
kenyataannya trauma itu masih ada

maaf maaf maaf
aku minta maaf pada diriku sendiri
yang belum bisa melupakan dan mengembalikannya seperti semula
mungkin lebih tepatnya adalah belum bisa menjadi lebih baik lagi

maaf maaf maaf
jika akhirnya harus begini
sembunyi dalam sunyi sendiri
semoga suatu hari nanti
ada yang bisa membantu memperbaiki semua ini

maaf maaf maaf


Selasa, 10 Juni 2014

berbuat baiklah,,, semoga kebaikan juga menghampirimu

alhamdulillah
rasanya masih belum percaya jika aku telah melewati ujian kemaren dengan lancar
sungguh rasanya tu tenang-tenang aja, walau ada sedikit khawatir tapi tetap bisa tenang
dan saat ditanya2 penguji tetap bisa tenang, walau revisinya ada yg meminta harus ke rumah sakit lagi aku tetap tenang, ikhlas, karena memang aku sadar skripsiku tersebut masih jauh dari sempurna...

ketenangan yang ku rasa kemaren itu tak pernah terbayangkan...
syukur beribu-ribu syukur
mungkin inilah balasan dari Allah atas apa yg telah kulakukan...
jujur saja sebelum ujian skripsi kemaren banyak banget godaan2 yg membuat aku berpikir kenapa aku gak menyendiri aja di suatu tempat, untuk menenangkan diri, untuk mempersiapkan ujian skripsiku, agar terhindar dari org2 yg menghubungi baik sms atau telpon...
tapi aku juga berpikir, bahwa hidup ini tidak hanya untuk diri sendiri, memang skripsi ini ingin ku persembahkan untuk mama, tapi bukan berarti aku cuek dg org2, hanya demi skripsi ini..
tidak.. hanya kecilku mengatakan aku tak boleh begitu..

akhirnya setiap ada sms yg masuk yg minta tolong ini itu maka ku jawab sebisaku, ku bantu sebisaku..
hari sabtu itu kakakku yg di magelang juga menginap di tempatku, malam minggu itu kami ke bukit bintang dan malioboro, sebenernya aku pengen belajar dan menyempurnakan ppt'ku tapi ya ku tinggalkan itu demi kakakku, dan ku niatkan untuk membahagiakan kakakku semoga Allah membalasku... dan sebenernya malam itu aku juga gak bisa tidur nyenyak karna ada tmen yg dtg tngh2 mlm itu, mau bljar tapi udah sakit kepala, mau tidur gak bisa tidur krna suara2 mreka... selain itu malam mnggu itu juga q di sms anak2 bem, mreka mnta aku jdi juri duta sehat bsok mnggunya, yaiyalah aku gak bisa, walau sbnernya pngen bnget bantuin, tpi ku hnya bsa ngasih nmer hp tmen yg mngkin bsa mmbntu mreka... trus pgi mnggunya q ditelpon bpk2 yg mau nganter anaknya tes di uad, nanya ini itu, ya q jwab sebisaku aja, wlw aku tak bsa mmbri hrpan apakah bsa mmbntu mreka jka sdh ksini nnti.. kmudian mlm sninnya malam mau pndadaran itu ad jga yg sms nanya apakah aq msih ke bem, dia mau nitip bku pnya bem..owalahhhh... yaa q jwab aja ntar jnjian klo mau nitip ke aku... yaahh begitulah... menurutku hal2 tersebut cukup menyita kesabaranku... namun ku berharap dg berbuat sedikit kebaikan kepada orang lain semoga Allah memberiku kebaikan juga..

so berbuat baiklah,, semoga kebaikan juga menghampirimu...

dari mama untuk mama

Alhamdulillahhirabil'alamin...
Subhanallah walhamdulillah walailahaillallah wallahuakbar...

terimakasih Ya Allah, ujian pendadaranku kemaren berjalan lancar dan sungguh tak setegang yang ku bayangkan...
Penguji I hanya menanyakan beberapa pertanyaan, dan hanya 1 pertanyaan mungkin belum memuaskan jawabanya, kalo Ketua Dewan Penguji lebih banyak memberi masukan2, dan pembimbingku gak banyak nanya juga sih, tapi sedikit memberatkan, yaitu memintaku balik lagi ke rumah sakit buat nambahin hal2 yg masih kurang... Yo wis lah,  terima wae... hehe
Alhamdulillah juga dapet nilai yang memuaskan, walaupun mepet2 tapi tetep A juga namanya..hehe
aku memang tak terlalu menghiraukan nilai sebelumnya, karna yang terpenting adalah bisa dinyatakan lulus, dan bisa memberikan kabar bahagia tersebut ke mama dan abah..

ini semua berkat doa dari mama dan abah, dan semua pihak yang telah mendoakan.. :)
dan semoga aku bisa segera menyelesaikannya, agar menjadi kado yang sempurna untuk mama... :)

Kamis, 05 Juni 2014

menangis lagi

jika dulu waktu kecil ku selalu menangis untuk mendapatkan yang ku inginkan
menangis adalah caraku agar orangtua memenuhi keinginanku
seperti menangis ingin sekolah
menangis minta dibelikan ini itu
menangis agar diizinkan main ke luar rumah

maka saat inipun aku juga harus menangis
tapi bukan menangis karena minta sesuatu pada orangtuaku
tangisan ini justru untuk mereka
tangisan ini untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka

selama ini aku sadar sudah terlalu banyak merepotkan mereka
maka biarkan aku menangis untuk kebahagiaan mereka

tangisan ini tak enggan keluar ketika ada rasa khawatir tak bisa membahagiakan mereka di waktu yang diinginkan
tangisan ini mengalir deras saat takut aku belum mampu membahagiakan mereka dengan segera

Ya Allah, izinkan hamba menangis di hadapan-Mu untuk meminta kebahagiaan untuk kedua orangtuaku
Ya Allah, semoga tangisan khawatir hamba saat ini akan segera Kau ubah menjadi tangisan bahagia nanti beberapa hari lagi
Ya Allah, Engkau Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, izinkan hamba membahagiakan mereka...

Makna Cinta Sesungguhnya

Makna cinta sesungguhnya (copy paste :) )

Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV). Semoga kita dapat mengambil pelajaran.
Ini cerita nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yg diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.
————————————————————————————————
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.
Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas waktu maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.

Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan & hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”
“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.

Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..” Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.
“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”
Hidup adalah Perjuangan tanpa henti-henti, tidak usah kau tangisi hari kemarin.

Salam DIAMOND
Building a Better Future Together
Stefanus Sandy H
https://www.top888.biz/

Cinta Laki-Laki Biasa (copy paste dri tmpt lain :) )

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.



Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.



Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!



Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.



Kamu pasti bercanda!



Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.



Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!



Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.



Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!



Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.



Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?



Nania terkesima.



Kenapa?



Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.



Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!



Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!



Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata ‘kenapa’ yang barusan Nania lontarkan.



Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.



Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.



Tapi kenapa?



Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.



Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.



Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!



Cukup!



Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?



Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak ‘luar biasa’. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.



Mereka akhirnya menikah.



***



Setahun pernikahan.



Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.



Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.



Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.



Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.



Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.



Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!



Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.



Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.



Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!

Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?



Rafli juga pintar!

Tidak sepintarmu, Nania.



Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.



Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.



Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli!

Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.



Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.



Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.



Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..



Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.



Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!



Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.



Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!



Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.



Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.

Cantik ya? dan kaya!



Tak imbang!



Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.



Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.



***



Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.



Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!



Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.



Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.



Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.



Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.



Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.



Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.



Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.



Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.



Dokter?



Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.



Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?



Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.



Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.



Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.



Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.



Pendarahan hebat!



Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.



Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.



Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.



Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.



***



Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.



Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.



Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.



Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..



Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.



Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.



Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,



Nania, bangun, Cinta? Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.



Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.



Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.



Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.



Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.



Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.



Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.



Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?



Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.



Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.



Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.



Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.



Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!



Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.



Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!



Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.



Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?



Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?



Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.



Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.



Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Aku Mencintai Suamiku (copy paste punya orang :))

AKU MENCINTAI SUAMIKU

***

Cinta itu butuh kesabaran...



Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???



Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita...



Aku menjadi perempuan yg paling bahagia...



Pernikahan kami sederhana namun meriah...



Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.



Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.



Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.



Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu...



Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci...



Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku... sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.



Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.



***



Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saa tini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.



Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.



Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku...



Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.



Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka,namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku...



Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku,aku dihina-hina oleh mereka...



Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.



Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan.Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al –Qur'an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.



Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.



Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.



Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammu'alaikum" dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.



Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Assalammu'alaikum", ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.



Lalu.. Ibu nya berbicara denganku ...



"Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri".



Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya,perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.



Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya.Kemudian aku pun menemaninya.



Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, "lebih baik kau pulang saja, adakami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. "



Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku.Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.



Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.



***



Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.



Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk diayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.



Aku bertanya, "Ada apa kamu memanggilku?"



Ia berkata, "Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang"



Aku menjawab, "Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu ditravel bag dan kamu sudah memegang tiket bukan?"



"Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku", jawabnya tegas.



"Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?",tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.



"Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti", jawabnya tegas.



"Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?", lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku.Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.



Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.



Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.



Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.



Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang danaku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.



Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku,lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisamenangis karena akan ditinggal pergi olehnya.



Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-samakemana pun ia pergi.



Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.



Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.



Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku taktahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuksangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.





Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri.Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.



Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.



Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..



Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.



Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya,"kapankah ia segera pulang?" aku tak tahu..



Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..



Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.



Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan ceritapadanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung...



Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.



Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.



Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi,aku akan kabarin lagi".



Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja egoyang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.



Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.



Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, akumembungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku takmau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.



Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..



Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naikkeruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..



Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nyasampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku padatempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.



Biasa nya kami selalu berjama'ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas,aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku ciumkeningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka'at.



***



Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya daribalkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi iatak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawahtanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi iabegitu cepat pergi.



Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa iabersikap tidak biasa terhadapku?



Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itujuga aku langsung menelpon kerumah mertuakudan kebetulan Dian yang mengangkattelponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengansuamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!". Telpon punlangsung terputus.



Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubahsetelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku,apalagi memanjakan aku.



Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggungjawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, akuselalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulangterlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.



Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantanpacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu,tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suamitetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.



Aku hanya berdo'a semoga suamiku sadar akan prilakunya.



***



Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam,lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.



Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetapseperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan.Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanyaperihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadiibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.



Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorangguru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatankankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.



Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadiorang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikirsendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamikumemanggilku.



"Ya, ada apa Yah!" sahutku dengan memanggil nama kesayangannya "Ayah".



"Lusa kita siap-siap ke Sabang ya." Jawabnya tegas.



"Ada apa? Mengapa?", sahutku penuh dengan keheranan.



Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, diamembentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.



Dia mengatakan "Kau ikut saja jangan banyak tanya!!"



Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabangsambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.



Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadiorang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasifoto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Akumenangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi akutak bisa.



Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, sukamembanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikapketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabarmengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..





Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidaktidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana,termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..



Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tuaitu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.



Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tuayg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahirtiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegeraberkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengahrumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.



Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengankebisuan, aku tak berani bertanya padanya.



Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atassemuanya, membuka pembicaraan.



"Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha".Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.



"Ada apa ya Nek?" sahutku dengan penuh tanya..



Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun,sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebabselama ini kau selalu keguguran!!".



Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukahdipisahkan dengan suamiku?



"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikahdengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnyamenikahlah ia dengan kau." Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logatorang Sabang seperti itu semua.



Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.



"Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya", neneknyamasih melanjutkan pembicaraan itu.



Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin akupeluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.



Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannyadengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "kau maunya gimana?kau dimadu atau diceraikan?"



MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remukmendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti initerhadapku..



Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulaukayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.



"Fish, jawab!." Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.



Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar akumenjawab dengan tegas.



"Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapatberdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluargaini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami."



Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itujuga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikitpun menetes di hadapan mereka.



Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatkudirumah kita nanti, yah?"



Suamiku menjawab, "Dia Desi!"



Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, "Kapan pernikahannyaberlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?."



Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya 2 minggu lagi."



"Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnyamengurus KK kami ke kelurahan besok", setelah berbicara seperti itu aku permisiuntuk pamit ke kamar.



Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku bukapintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi akusendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit.Diiringi akutnya penyakitku..



Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakanganini?



Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambilbertanya-tanya, "sudah tidak cantikkah aku ini?"



Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihatwajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampirhabis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.



Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiridibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cerminmeja rias itu.



Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kamu memberisahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti!Iya kan?."



Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum danbertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakaishampo.



Dalam hatiku bertanya, "mengapa ia sangat cuek?" dan ia sudah tak memanjakankulagi. Lalu dia berkata, "sudah malam, kita istirahat yuk!"



"Aku sholat isya dulu baru aku tidur", jawabku tenang.



Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan akuakan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.



Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Akuingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayangdan cintanya itu.



***



Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.



Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah padasuamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedangtidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Akusave di mydocument yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku."



Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar.Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja akutakkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yangtelah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.



"Apakah kamu sudah siap?"



Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :



"Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalamrumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketikakalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do'a di ubun-ubunnya sebagaimanayang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..", perkataanku terhenti karenatak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.



Tiba-tiba suamiku menjawab "Lalu apa Bunda?"



Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsungmenatapnya dengan mata yang berbinar-binar...



"Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?", pintaku tuk menyakini bahwakuping ini tidak salah mendengar.



Dia mengangguk dan berkata, "Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?",sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkukkarena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.



Dia tersenyum sambil berkata, "Kita liat saja nanti ya!". Dia memelukku danberkata, "bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama".



Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, "Ayah,apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Akukangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen denganmanjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwaaku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belumbisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yangdihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzinaAyah." Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata,"Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah".



Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.



Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tibaperutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan iabertanya, "bunda baik-baik saja kan?" tanyanya dengan penuh khawatir.



Aku pun menjawab, "bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudahmebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena dia akanmenikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acaraprosesi akad nikah tersebut.





Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.



Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati inicemburu, ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!!", tapi aku ingat akankondisiku.



Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begituijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu,memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya... aku kuat.



Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yanghadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapansangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu..hatiku menangis.



Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencucikakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka denganpernikahan ini?



Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti akudahulu, yang di musuhi.



Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur denganperempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukandidalam sana.



Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, laluaku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekatilalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyatatidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah,tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.



"Kamu datang ke sini, aku pun tahu", ia berkata seperti itu. Aku tersenyum danmegajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "maafkan aku, aku takboleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang keJakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku"



Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untukistirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lamaini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untukmengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saatini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan darisuamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..



Suamiku berbisik, "Bunda kok kurus?"



Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.



Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?"



"Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah seringterluka oleh sikapku yang egois." Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.



Lalu suamiku berkata, "Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selamaayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bundaseperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayahpernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bundagak mau berbuat "seperti itu" dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip ("sepertiitu"). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalaubunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahioleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda"



Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan didirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapatulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.



Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinahdan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapaaku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah.Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karenamenderita mencintaimu."



Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamarpengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku danberusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.



Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.



***



Keesokan harinya...



Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimkusakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ialangsung menggendongku.



Aku pun dilarikan ke rumah sakit..



Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..



Aku merasakan tanganku basah..



Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.



Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, "Bunda, Ayah minta maaf..."



Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadipadaku?



Aku berkata dengan suara yang lirih, "Yah, bunda ingin pulang.. bunda inginbertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah.."



"Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah... !!! Bunda sayang banget samaAyah."



Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudahtak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihatwajahnya yang tampan, berlinang air mata.



Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengankalimat tahlil.



Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..



Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..



Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kamimenikah.



Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.



Untuk Ibu mertuaku : "Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampaiaku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo'aagar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku,apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikritetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari duluaku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau bencidiriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikapsebaliknya."



***



Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.



================================================== ===



Ayah,mengapa keluargamu sangat membenciku?



Aku dihina oleh mereka ayah.



Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?



Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adikiparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..



Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilkudengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah?



Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membelaadikmu, tak ada gunanya Yah..



Aku diusir dari rumah sakit.



Aku tak boleh merawat suamiku.



Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.



Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.



Aku sangat marah..



Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi danibunya..



Aku tak mau sakit hati lagi.



Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..



Engkau Maha Adil..



Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..



Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..



Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..



Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..



Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..



Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..



Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.



Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui.



Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku.



Aku harus sadar diri.



Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu.



Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?



Ayah.. aku masih tak rela.



Tapi aku harus ikhlas menerimanya.



Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.



Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.



Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir.



Sebelum ajal ini menjemputku.



Ayah.. aku kangen ayah..



================================================== ===



Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..



Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.



Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkankeceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.



Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur.



Bunda akan selalu hidup dihati ayah.



Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..



Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutkutak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.



Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku takperduli, hidup dalam kesendirianmu..



Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur denganbelaian tangan Bunda yang halus.



Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..



Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui.



Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..



Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat ditidurmu yang panjang.



Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakanapa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kaudi fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja.



Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?



Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?



Tunggulah Ayah disana Bunda..



Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..



Ayah Sayang Bunda..



Tuhan izinkan aku memberi sebuah kebahagian juga untuk mama

Tuhan izinkan aku memberi kebahagiaan juga untuk mama
seperti kakak seperti adik
aku juga ingin buat mama bahagia bulan ini karena aku
di bulan ini Ya Allah, aku ingin mama bahagia
di bulan ini Ya Allah, bulan kelahirannya
aku ingin memberi mama kebahagiaan
izinkanlah Ya Allah, bantulah Ya Allah
bantu hamba-Mu ini membuat mama bahagia

seperti kakak yang memberi kabar bahagia bahwa gajinya akan naik
seperti adik yang membuat bangga dan bahagia karena akan mengikuti olimpiade tingkat provinsi
izinkan hamba juga memberikan kebahagiaan untuk mama dengan berita kelulusan hamba Ya Allah

Ya Allah izinkan kami membuat orangtua kami bahagia
izinkan kami membuat mama bahagia
izinkan kami membuat abah bahagia
izinkan kami membuat nenek bahagia
izinkan kami membuat keluarga-keluarga kami bahagia

Ya Allah ridhailah ujian skripsi hamba hari senin 9 Juni '14 nanti
Ya Allah lancarkanlah ujian skripsi hamba hari senin 9 Juni '14 nanti
Ya Allah pantaskanlah hamba diberikan kelulusan atas ujian skripsi hamba hari senin 9 Juni '14 nanti
Ya Allah sempatkanlah hamba mendaftar yudisium yang terakhir tgl 21 Juni '14 nanti
Ya Allah izinkanlah hamba mengikuti yudisium pada tgl 28 Juni '14 nanti
Ya Allah izinkanlah hamba mengikuti wisuda pada tgl 16 Agt '14 nanti

Ya Allah sesungguhnya Engkaulah Pemilik dan Penentu segalanya
izinkanlah hamba membuat orangtua hamba bahagia
izinkanlah hamba diluluskan Ya Allah

Minggu, 01 Juni 2014

sakit ini

sakittt...
ini tentang sakit lagi...
sakit ini seperti datang silih berganti...
yang satu pergi yang satu menghampiri...

sakittt...
kadang serasa keroyokan
karna ternyata yang pergi itu belum sepenuhnya pergi
ketika sisa yang belum pergi itu bertemu dengan yang baru datang
maka terjadilah seperti ada yang mengeroyok tubuh ini

Ya Allah, terima kasih telah memberikan sakit ini
semoga dengan sakit ini dosa-dosaku digugurkan
semoga dengan sakit ini aku masih bisa mngerjakan pekerjaanku
semoga dengan sakit ini lebih mendekatkan ku pada-Mu
semoga dengan sakit ini Engkau ridhai apa yang ingin ku capai